Menghargai Karya Orang Lain Itu Penting, Maka Dari Itu Jangan Lakukan Tindakan Copy-Paste Tanpa Menyertakan Sumber Beritanya, Terimakasih:)
0

About Time

Dari mesin waktu yang tak pernah bisa kuputar kembali.
Hari ini, entah kenapa, aku merindukanmu. Merindukan waktu kita. Dalam jarak, waktu mempersempit kita yang terburu dan memperlebar jarak yang terbentang.

Aku merindukanmu pada sudut 360 derajat dan kamu masih entah dimana. Kita masih entah dimana. Dimana aku diam-diam merindukanmu dalam diam.

Tentang waktu yang tak pernah bisa kubeli denganmu. Dia terus berjalan berputar sesuai dengan porosnya tanpa kita tahu kapan ia berhenti. Terkecuali baterai usang itu sudah habis. Waktunya diganti! Kemudian dimulai lagi, dan tak pernah berhenti lagi, sampai diganti lagi. Seterusnya akan tetap begitu.

Sekiranya karena waktu tidak bisa diulang dan diputar balik, yang sekaranglah lakukan yang terbaik. - @misteeerius

Jika ini semua tentang waktu, aku tau. Aku belum bisa melakukan yang terbaik sekarang. Tapi nanti, kita akan sama-sama tau, bahwa tak hanya aku yang begitu. 

Aku menyayangimu; dalam heningnya waktu yang bisu.
0

Diam - Diam Aku Membicarakannya

Ada yang tidak bisa kau mengerti hatinya, ketika ia menangis tersedu-sedu dipundakmu. Karena penyebabnya adalah kamu.
Ada yang tidak bisa kau pahami perasaannya, ketika dia ragu-ragu namun tetap mencarimu dalam khawatir. Karena kamulah yang dicari.*esc
Ada yang selalu berada disisimu tetapi kamu tidak memahami keberadaannya. Karena kamu masih dengan sengaja tertuju pada satu titik yang tak pernah bisa kau jadikan sebuah tujuan yang pasti.*esc

Pasi guratan wajahnya, merengut cemberut ketika menatap lakumu dari kejauhan.
Tipuan senyumannya bahkan menipumu, mengelabuimu tanpa daya.
Gontai langkahnya pun ketika itu begitu berat terasa saat berjalan menuju arahmu tapi kalian berbeda tuju.*esc

Tugu jogja tetap tak seindah tugu monas. Tetap tak setinggi dan semahal yang terlihat. Tapi makna yang terkandung, selalu abadi dalam senyum dan tawa penikmatnya.*esc

Kamu tak melihat aku dengan bagaimana diriku. Kamu melihat aku karena bagaimana kita dulu.
Kamu melihat aku karena bagaimana mereka kini.
Kamu melihat aku karena aku sedang melihat yang lain sementara kamu masih diam dalam pelan menjauh pergi. Namun tak sanggup.*esc

Dalam diam, kita sama-sama mengikhlaskan yang pergi untuk berbahagia dengan yang lain. Dan yang lain untuk bersama kita.*esc
0

Dari Ujung Telepon

Dari ujung telepon, setelah melewati malam yang panjang. Aku telah memutuskan untuk pergi dan tak bisa kembali. Perdebatan panjang, ya kamu dan aku berdebat panjang. Aku sudah berbeda kamu pun tau itu. Siapa yang bersikeras agar semua kembali? Kamu atau aku? Kamu. Kali ini kamu.

Dari ujung telepon kita bersua, merangkai kata demi kata. Tak lagi ada beda dan bentang. Sampai malam ini aku merubah segalanya, aku beda. Sudah berbeda. Mencoba untuk pergi dan melepaskan segalanya, yang ternyata tidak begitu denganmu.

Kamu, masih saja ingin semuanya baik-baik saja. Ingin aku kembali, ingin semuanya sama.

Berkali-kali, berkali-kali kamu katakan itu; Maaf. Dengan emoticon yang sama. Dan aku masih diam tak bergeming, kaku, keras bagai batu.

Dari ujung telepon yang kau genggam dan kuletakkan, siapa yang tak bisa ditinggal dan siapa yang ingin meninggalkan? Seraya sesak didada mengiringi kita, kami akhiri percakapan maya ini tanpa bersua.*esc
0

Aku, Kamu, Jarak-Waktu

Ini yang sedang ingin aku ceritakan pada mereka, bahwa jarak dan waktu sedang membelenggu kita dalam radius sekian meter. Andai, ya andai saja mereka dapat benar-benar memahami. Bahwa tak mudah berjalan berdampingan dengan jarak dan waktu yang terbentang jauh. Bahwa tidak mudah menciptakan jarak yang sedemikian jauh agar kita sama-sama menenangkan diri, atau malah bisa berbahagia dengan yang lain.

Aku, kamu, jarak-waktu. Empat komponen mode otomatis yang saling berkaitan tapi tak terikat oleh suatu ikatan. Karena kamu dan aku bukan sesuatu yang saling mengikat, tapi kita adalah sesuatu yang sedang di ikat. Oleh kondisi. Sekalipun tak memungkin kan untuk itu.

Jarak-waktu, jika ada satu-satunya hal maka kini aku akan mengucap dua-duanya hal. Bukan karena mereka yang tak bisa ku hitung satu-satu, tapi karena keduanya tak bisa dipisahkan menjadi satu per satu. Keduanya berkaitan dan bersama. Tapi tidak bersatu. Sekali lagi, mereka bersama tapi tak bersatu.

Kita, bersama? Memang. Tapi tak pernah bersatu.

Aku, kamu, jarak-waktu. Siklus yang membuat kita berputar tapi tak pernah berbalik arah. Yang membuat kita terus maju, tapi tak pernah bisa kembali. Karena walaupun jarak bisa kutempuh, namun aku tak berdaya mengembalikan sang waktu.

Aku, kamu, jarak-waktu. Semoga kita bisa bersatu tak hanya bersama.*esc
0

Kita yang Tak Urung Memperjelas

Kamu benar-benar paham apa yang sedang aku rasakan kini, sebenarnya. Tapi diam ternyata tetap jadi prioritas utama mu. Kamu kira dengan hanya memperhatikan dan memikirkan ku dari kejauhan saja cukup mengobati semua? Ya, cukup memang. Untukmu!

Kamu yakin kamu benar-benar tau tentang apa yang kurasakan kini? Kamu yakin benar soal apa yang kamu pikirkan sekarang? Memang kamu sudah benar?

Diam emas mu itu seperti besi berkarat yang sudah mengarat bertahun-tahun bagiku. Meski cuma sebentar, diam emas mu itu nyatanya juga tetap mengarat. Kamu juga paham hal itu tidak?

Beberapa kata yang kau kirim singkat melalui sebuah perantara pun akhirnya juga tak cukup membuat ku yakin, tentang apa, bagaimana, kenapa, mengapa, siapa kita sekarang. Aku ini memang terkadang tak jelas, kamu pun juga begitu. Tapi setidaknya, untuk mencintai hal-hal yang jelas lebih meyakinkan untukku. Sekalipun hal yang sementara itu lebih menyenangkan, karena selalu bisa membuat rindu. Rindu?

Ku kira cuma aku yang merasakannya, kiranya begitu. Ternyata kamu juga sama, belakangan ini. Tapi kita sama-sama diam dalam tatapan. Sebatas tatapan.

Untuk segala yang tak tersampaikan hanya dengan sebuah tatapan, aku cukup memikirkanmu tiap harinya dan menjemputmu dalam tiap do'a ku pada-Nya. Tak melulu kusebut, tapi tiap kuingat aku tak sadar akan menyebutmu. Kini sekarang tinggal bagaimana denganmu? Masih tak cukupkah keyakinanmu atau kamu benar-benar tak cukup serius untuk ini?

Jangan terlalu serius ah! Kita sama-sama masih sangat muda untuk sesuatu yang sangat serius. Tapi setidaknya, untuk membagun sesuatu yang besar dimasa depan, untuk ini kenapa tidak? Santai bung, tapi tetap serius ya.

Aku mungkin tidak akan menunggumu selama yang kau kira, kamu pun juga tak akan melulu menghampiriku selama yang kau bisa. Tapi selama kita masih sama-sama mampu, selagi masih sama-sama memiliki waktu, setidaknya tak mampukah untuk sekedar mencoba?

Selamat malam, untuk kamu yang suka diam dalam emas yang memperhatikanku diam-diam.*esc
0

Kamu Aja Titik

Aku sudah mulai lelah berkutat dengan beribu koma yang selama ini ada, karena diam-diam mencintaimu. Aku sudah gerah dan hampir mati kepanasan karena tak sedikitpun udara segar kau pernah berikan untuk ku, bahkan untuk sekedar menghela. Aku sudah tidak tahan menunggu sambil menahan perasaan yang ada. Yang terjadi biarlah terjadi. Yang sudah biarlah sudah.

Kini, aku hanya mau kamu saja titik. Tak lagi menggunakan koma, maupun tanda tanya? Sekalipun aku masih suka bertanya-tanya? Dan meng-koma-kan yang terjadi, aku hanya bisa terus mencoba menyudahi dan men-titik-an segalanya yang sudah ada.

Kamu tau, perang selalu membawa kehancuran bagi diri seseorang. Apalagi perang batin dan perasaan. Kamu sudah pernah tau rasanya, kamu. Karena dulu kamu pun juga berperang di jalan yang sama. Tapi itu tak lagi terjadi, tak lagi terjadi karena aku yang sedang berperang. Menjadi panglima tapi pernah tau kemana arah dan tujuan perang ini sebenarnya. Bodoh!

Aku cuma mau kamu. Kamu mengerti. Kamu mendengar. Kamu memahami. Kamu mencoba memiliki. Kamu aja titik. Nggak ada koma, nggak lagi tanda tanya, nggak juga bertanya-tanya.(esc)
0

Tapi Aku Jangan Ditinggal

Aku tau kamu datang hanya sesaat. Tak bermaksud untuk menetap maupun tinggal sedikit lebih lama. Aku pahami itu semua. Aku tau kamu hadir disini hanya sekedar mengisi kekosongan tempat yang ada saja atau mungkin lebih daripada itu, kamu hanya sekedar singgah tanpa memiliki tujuan.

Memang, memang semua yang datang dan pergi tak melulu harus punya alasan kenapa mereka datang, kenapa mereka memutuskan untuk pergi. Tapi, setidaknya untukku saja beri kejelasan itu. Kenapa kamu datang tiba-tiba dan pergi berulang kali? Kenapa kamu datang lalu pergi begitu saja? Kenapa kamu tak coba tinggal lalu menetap? Apa sesulit itukah berdiam diri disini?

Sudah saatnya yang tepat datang dan yang tak baik pergi. Tapi semua kembali lagi dengamu. People come, people go. Easy come, easy go. Itu kamu! Kamu! Sekalipun aku mengerti tak semudah itu kamu melakukan semuanya, tapi toh kamu juga tetap melakukannya kan?

Please, jangan gini. Jangan kayak gini. Kamu boleh pergi kemana aja kamu mau, kamu boleh singgah dimana aja kamu suka, kamu boleh datang kapan saja kamu pingin, tapi aku jangan ditinggal. *esc
0

Setidaknya Aku Pernah Berjuang

Kita sudah selesai..

Semua yang dulu pernah kamu perjuangkan dan semua yang dulu pernah sama-sama kita perjuangkan. Yang mendadak hilang karena kita yang memutuskan. Aku menyesali hal tersebut.

Keputusan berpisah kala itu memang keputusan kita berdua, keputusanku dan kamu. Keputusan terbaik yang kita putuskan sendiri. Pasalnya, tak jauh setelah keputusan tersebut terlontar, aku memutuskan untuk pergi lebih jauh ke arah yang berbeda darimu. Percayalah, kita berlawanan kini.

Ku kira, semua yang telah hancur berantakan itu telah hilang dan mati termakan sepi, semua yang telah lama kutinggal ditempat lama dimana kamu berada disana. Kukira semuanya sudah hangus terbakar habis. Namun, waktu nyatanya tak memberi izinnya padaku untuk melupakan segalanya dengan mudah. Mungkin kamu juga merasa hal yang sama. Mungkin juga tidak.

Seandainya melupakanmu semudah seperti waktu yang berjalan dan mengalir begitu saja. Tapi kenyataannya semua tak semudah itu. Karena semua harapan yang kau bangun selama ini, semua pengharapan yang kupunya selama ini sudah pupus dan layu termakan zaman. Kita akhirnya selesai.

Selesai yang benar-benar terselesaikan. Sekalipun aku terkadang merindukanmu saat ini. Tapi pada akhirnya kamu jua yang memutuskan pergi saat ini. Tanpa kau lihat apa yang telah diperjuangkan olehku. Sekalipun semuanya tak pernah bernilai dihadapanmu. Tapi tak apa, setidaknya aku pernah berjuang untuk seseorang yang tak pernah perlihatkan caranya memperjuangkanku.

Kita selesai. Sudah selesai. Akhirnya selesai sudah.*esc
0

Masihkah?

Ketika perasaan tak lagi menjadi penyebab utama untuk kita bersama. Kita mungkin memang sedang bersama, mungkin masih bersama, mungkin masih tak ingn saling melepas satu sama lain. Karena kau masih cinta dan aku masih ingin. Tapi, entah kenapa seringkali aku merasa sendiri. 

Perasaan ini, tak lagi terasa seperti dulu. Tak sama seperti waktu pertama kali kita bertemua. Waktu telah merubah semuanya. Waktu merubah kamu dan merubahku. Waktu merubah kita. Mungkin bisa dibilang hanya komitmen yang telah ada yang membuat kita masih bisa berjalan hingga saat ini. Mungkin juga karena aku memang masih memliki rasa dan kamu yang masih mau bersama.

Ketika semua yang telah kita rancang tak lagi sejalan? Bagaimana keadaannya nanti? Masihkah kita bersama?*esc
0

Lekas Kembali Ya!

Kamu yang lagi disana sama yang lain, apa kabar?
Selagi kamu pergi, aku disini sedang mencari tempat datangnya pelangi.
Dibawah guyubnya payung dedaunan.
Aku menunggu kamu sambil menengadah disana.

Kamu pergi begitu lama, sadarkah?
Kamu pergi begitu jauh, tahukah?
Kamu terlalu jauh dan aku terlalu lelah untuk sama-sama mengejar dan mencari.

Kamu yang sedang ada disana, sadarkah ada aku yang selalu menunggu mu disini?

Seperti salju yang tak kunjung datang di dataran tropis.
Seperti pelangi yang tak pernah terlihat saat kering.
Seperti kamu yang tak kunjung kembali meski rindu sudah terasa.

Aku telah lama terbiasa menunggumu dalam diam.
Karna sungguh kau tau, aku mencintaimu dalam diam.
Cepat kembali.
Cepat pulang.*esc
Aku merindukanmu.

0

Yang Kau Perdebatkan

Aku melukis titik-titik garis yang berhamburan. Berceceran, serabutan kesana-kemari. Susah sekali rasanya untuk tidak membencimu, untuk tak lagi memperdebatkan segala yang telah terjadi.

Aku berusaha! Aku mencoba!
Ketahuilah itu teman, iya teman. Teman dekat yang ku kira kami telah amat dekat, hingga ini bisa disebut sebagai persahabatan.

Aku selalu berusaha dan mencoba untuk bisa mengikhlaskan segalanya, mengikhlaskan semuanya. Kamu tau itu? Harusnya kamu tau itu!

Lantas siapa yang sungguh kau sebut teman? Aku kah? Dia kah? Atau siapa? Katakan!
Siapa yang sungguh kau panggil namanya sebagai musuh? Aku kah? Dia kah? Atau siapa? Serukan!

Kamu terlalu abu yang jadikan segalanya gelap gulita. Aku tak benar-benar tau kamu ini siapa sebenarnya. Teman kah? Musuh kah?
Kamu tak pernah beri kejelasan, kamu ini mau jadi apa? Lalu salahkah aku jika begini jadinya?

Aku mengais tiap titik yang kau buat berhamburan. Yang kubuat tercecer kesana-kemari, hanya demi apa? Demi kamu! Demi Kita.
Kita? Kurasa ada kita, jika saja kamu tak menghilangkan segalanya. Segala yang telah kupercayakan. Aku, hanya ingin engkau tahu.. Bahwa dulu, aku pernah percaya. Bukan berarti kini tidak, bukan berarti kini tak lagi. Hanya saja, kurasa semua luntur terbawa angin.

Jika kau kira mendekat saja sudah cukup memberimu ruang, mendekatlah!
Jika kau rasa hanya dengan mendekat saja tak ada cukup ruang untuk menguhunuskan pedang? Maju, berperanglah!

Sungguh siapa kini yang kau sebut teman?*esc

Rindu Menunggu

"Kamu yang tiap harinya
 selalu ku rindu dan setia ku tunggu"

Entah berapa tahun silam aku telah mengenalmu, entah berapa lama sudah perasaan ini ada. Aku tidak tahu benar kapan sebenarnya aku mulai... denganmu. Yang ku tau aku sangat sangat beruntung pernah memilikimu, menjadi salah satu bagian dalam hidupmu, menjadi salah satu kepingan paling berharga yang kamu miliki, dulu.

Pernah sesekali merindukanmu, pernah sesekali ingin bertemu.. tapi waktu dan jarak selalu membuat segalanya jadi tidak mungkin. Sebegini merananya kah aku? Padahal cuman rindu. Padahal hanya ingin bertemu.

Pesan-pesan singkat yang benar-benar singkat darimu nyatanya tak pernah menyurutkan semangatku untuk tetap merindukanmu. Tidak sedikit pun. Karena aku, tetap saja rindu.

Aku yang selalu setia menunggumu. Menunggu balasan dari pesan singkatmu. Menunggumu untuk datang dan kembali bertemu, denganku. Menunggu datangnya waktu yang nantinya akan membuat kita bersama kembali.

Dan biarlah aku aku menjadi bodoh karena tetap menunggumu. Tiap
saat, tiap hari, tiap waktu. Walau hanya menunggu pesan singkatmu.

Aku akan tetap menunggu, entah sampai kapan...*esc
0

"Aku juga tidak tau."

Ketika kamu mencintai seseorang, kemudian kamu menyayanginya begitu terlalu. Sedang kamu saja tidak tau bagaimana perasaannya yang sebenarnya, apa yang kamu bisa lakukan selain menahan tangis? Merasakan sakit? Berpura-pura kuat padahal kamu tak begitu.

Dia, kini benar-benar tau bahwa kamu memang menyukainya. Dia tau bahwa kamu suka. Bahkan kamu menyayanginya lebih dari sekedar apapun hubungan kalian saat ini. Dan kemudian dia-yang-kamu-cintai tetap kekeuh untuk memepertahankan perasaannya seperti ini, mempertahankan kondisi kalian yang seperti ini, dan tetap menjalani hari-hari kalian sama seperti yang kemarin, atau mungkin lebih baik dari itu? Lantas, apa yang bisa kamu lakukan? Tidak ada.

"Aku mencintaimu. Sepertinya begitu." kataku.

"Aku juga sama sepertimu. Mencintaimu juga, tapi entah apa hubungan kita ini sekarang, aku tidak sepenuhnya paham. Dan aku juga tidak bisa menjelaskannya dengan benar. Karena hatiku buta." jawabnya.

Sesingkat dan semudah ini pertanyaanku tiap harinya padamu. Pertanyaan yang sedianya selalu berada dalam hati. Yang selalu setia berputar-putar dalam pikiranku. Dan aku... aku tak pernah mendapat jawaban yang pasti. Hingga kini.

Lantas apa yang harus kulakukan kini?

Aku juga tidak tau, karena menjauh membuatku merindukanmu. Namun ketika dekat, aku terlalu takut untuk menyakiti dia atau mereka yang kini mendekat juga denganmu. Apa aku salah jika seperti ini? Apa yang harus ku lakukan?


"Aku juga tidak tau." jawabku singkat.*esc
0

Siapa yang sok tau?


Jangan sok tau tentang aku, kalau kamu saja masih menebak-nebak bagaimana aku.
Jangan sok tau tentang aku, kalau kamu saja masih belum paham siapa aku.
Jangan sok tau tentang aku, kalau kamu saja masih belum tau aku ini seperti apa.
Jangan sok tau tentang aku, kalau kamu saja masih mencari-cari siapa dirimu.
Jangan sok tau tentang aku, kalau aku saja belum paham siapa..*esc
Bagaimana...
Seperti apa...
Diriku sendiri ini. 

Jadi, sampai kapan kamu mau terus-terus sok tau tentang aku?
Sementara aku sendiri saja belum sebegitu paham.
0

For A Thousand Years

       Hari ini, entah berapa kali sudah aku mendengarkan alunan nada yang sama... A thousand years. Entah bagaimana cerita, hari ini aku menyadari ada sesuatu yang terjadi ketika nada-nada itu terdengar. Aku tak ingin hanya menyebutnya sebuah lagu yang dinyanyikan seseorang, karena aku tau.. Ada arti yang lebih dalam pada lagu ini selain suara penyanyi yang kudengar.

    Untuk tiap tarikan nafas yang kudengar, demi jutaan gubahan nada yang kudengar.. Aku merasakan getaran yang berbeda ketika aku mendengarnya.... A thousand years.

     Kurasa, aku teringat oleh sesuatu ketika aku mendengarkannya.... Kamu. Aku mengingatmu di setiap bait pada lagu ini. Aku teringat olehmu, pada tiap bait yang kudengar berulang-ulang kali ini.

"I've died everyday waiting for you..." Sesuatu yang entah sampai kini aku juga tak tau apakah aku bisa menjalaninya.. Sampai aku tiada.*esc


     Siang tadi, ketika aku dan kawanku berbincang cukup lama. Kami membicarakan hal yang tabu, hal yang sebelumnya tak pernah kami utarakan satu sama lain. Cinta. Hanya satu kata tersebut yang terus-menerus kami ulangi dialognya. Tapi nyatanya, satu kata itu pula yang membuat kami berderai air mata. 

    Mungkin dia, kawan lamaku ini juga teringat pada seseorang yang sejak dulu ia cintai namun tak pernah ia temui di sebagian penghujung cerita hidupnya.

   Bukan kah ini juga sama denganku? Aku yang mencintaimu sampai titik bertemu diujung kataku ini, juga terkadang berderai air mata ketika teringat oleh mu. Dan nyatanya kami tetap tak pernah bertemu di ujung manapun aku dan dia berada.

    Christina Perri dan Steve Kazee, hari ini sukses membuat segala perasaan dalam hati kami yang selama ini disimpan dalam diam tumpah ruah pada pelupuk mataku dan kawanku. Perasaan yang mungkin sebelumnya hanya kami simpan dalam diam dipenghujung bibir ini..
    
     Mungkin tepatnya tak hanya Christina dan Steve saja yang membuat rasa itu ada hari ini, tapi juga -dia-yang-kami-cintai- namun tak pernah dirasa hak miliknya.

     Kamu yang aku cintai dan dia yang dicintai kawanku nyatanya sama. Kalian sama-sama membuat kami cinta. Kalian sama-sama membuat kami merasa. Kalian, sama-sama kami tunggu untuk pulang kembali kerumah. Hati.

"Darling don't be afraid, I've love you..." 
"And all along I believe, I would find you.."
0

Diskripsimu?


Aku tak lagi perduli pada diksi yang membuat bahasaku semakin indah.
Aku tak lagi perduli pada rima yang membuat rangkaian kalimatku jadi padu.
Aku juga tak perduli pada sajak baku yang membuat untaian kataku menjadi apik tuk dibaca.
Yang aku perdulikan kini adalah kamu.
Sesuatu, seseorang, seonggok, sebuah.... hal yang tak mudah tuk dideskripsikan.
*esc

Karena mendeskripsikan tentang kamu,
membuatku tak lagi berkutat pada diksi, rima, maupun sajak baku yang harus kuperhatikan tatanannya.
Karena mendeskripsikan tentang kamu,
aku menggunakan hati dan perasaanku yang jadi perhatian.

Bukan dengan semua diksi, rima dan sajak yang menjadikan aku hening dan beku seketika.
Karena itu semua membuatku lebih susah menjabarkan, semua tentang kamu.

Sesungguhnya,
menjabarkan.... mendeskripsikan tentangmu
tak serumit rasa yang sedang aku lalui kini.
Semudah dan sesimpel ketika aku berkata 
"Ku kira aku menyukaimu.....".
Tapi serumit dan sesulit ketika aku harus jujur mengatakannya didepanmu.

Jadi....
Mendeskripsikanmu?
Apa iya aku harus menjabarkannya dengan rangkaian paragraf?
Disini.

0

Karena Semuanya Telah Berubah

Hai?
Halo?
Assalamu'alaikum?
Ah! Rasanya sapaan ini tak lagi berguna ketika aku mengumandangkannya padamu. Tidak lagi berguna! Karena kamu sendiri juga tidak pernah mendengarnya. Tidak sekalipun, karena nyatanya aku pun juga tak pernah mengucapkannya.

Aku yang lagi-lagi membuat hal bodoh menjadi serius untuk diperbincangkan ini, lagi dan lagi tak pernah bisa untuk memulai percakapan kita. Dengan baik. Padahal kamu dan aku tau, bahwa setelah sekian lama kita kenal harusnya tak ada lagi yang namanya canggung! Tapi aku membuat semuanya berbeda.

Semuanya berubah ketika negara api mereda menjadi air.. Tak ada lagi percakapan yang benar-benar membuatku merasakan adanya kehadiranmu. Mungkin begitu juga denganmu.

Kerena semuanya telah berubah, semuanya. Semuanya kecuali hati.

Ku kira kita sama-sama berfikir bahwa seiring dengan berjalannya waktu semua hal yang ada di dunia ini bisa berubah. Kapanpun, dimanapun, siapapun, dan dengan berbagai macam cara semua orang bisa berubah setiap detiknya. Yakan?

Ketahuilah, aku juga merasa demikian. Tidak hanya denganmu, tapi juga dengan yang lainnya. Aku merasa bahwa seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia semua menjadi berubah.. Atau akan berubah. Tapi kita bisa apa? Bisa apa kita?!

Semua yang ada, semua yang hidup, semua yang ada di dunia.. Semuanya memang harus terjadi seperti ini. Sebagaimana mestinya Tuhan menggariskan semuanya.

Tidak ada patung yang tidak bisa berpindah tempatnya. Begitu juga tidak ada burung yang selalu terbang mengangkasa.

Untuk semua perubahan itu, terkadang aku menyesalinya. Sangat menyesal. Tapi aku bisa apa? Kecuali tetap berjalan pada rutenya. Mengambil keputusan, menjalani kehidupan seperti biasa atau lebih tepatnya mencoba menjalani kehidupan seperti biasa dan kemuadian menghadapi resiko yang ada. Meski terkadang aku juga bersembunyi dari resiko-resiko yang memburu. Itu semua karena aku tau, penyesalan yang sangat dalam pun tak bisa membuatku kembali ke masa lalu.

Aku, kamu, dia, kalian, mereka, siapa pun itu tidak bisa kembali ke masa lalu, Sayang.*esc

Pembaca

Pembaca Setia

Back to Top