Menghargai Karya Orang Lain Itu Penting, Maka Dari Itu Jangan Lakukan Tindakan Copy-Paste Tanpa Menyertakan Sumber Beritanya, Terimakasih:)

Rindu Menunggu Mu Pulang

   Ketika rindu memutuskan untuk datang kembali. Siap tidak siap aku harus menerima dan membukakan pintu untuknya. Tidak ada pilihan lain selain "Iya". Karena aku, masih saja membuka diri dan membiarkan diriku dibelenggu dalam lingkaran kehidupan mu. Aku tidak ingin sedikit pun mengurangi jumlah perasaan ini, apalagi menghilangkannya. Karena belum ada pemain sebaik kamu yang pantas mendapatkan peran sepenting ini untuk drama hidupku kelak. Belum ada, bahkan hingga saat ini.

   Ketika rindu memang benar-benar datang untuk kembali. Dia sudah datang dan kembali pulang. Dia tau kemana ia harus pulang. Padaku. Itu jawabannya. Tapi mengapa hanya rindu saja yang setia datang dan menyerbu hati ini? Kenapa si tuan pemilik rindu itu sendiri tak kunjung pulang? Apa dia lupa kemana ia bisa pulang dan beristirahat dalam peraduannya dengan tenang? Apa ia hanya mengizinkan sang rindu saja untuk pulang? Tanpa membawakan dirinya sendiri untuk bertemu denganku dan mengatakan hal yang sama?

   Kamu yang aku rindukan nyatanya juga masih berkutat dengan dia yang entah merindukan mu juga atau tidak. Bukan kah terlihat bodoh tatkala kamu merindukan seseorang dan kemudian orang tersebut merindukan orang lain yang tidak merindukan dia? Hidup ini terlihat berputar pada rotasinya, tapi sayangnya kamu tidak lagi berputar kembali padaku. Kamu merindukan dia, tapi tidak sebesar aku merindukan kamu. Dan dia, nyatanya tidak memiliki rindu yang sama. Bukan kah kita sama-sama memiliki rindu? Lantas kenapa kamu tidak kembali padaku saja? Dan menuntaskan rindu yang sajaknya tidak pernah tersampaikan padanya.   

   Dan ketika rindu usai mencabik-cabik perasaan ini lagi. Kamu kemana? Masih tetap saja berjalan dirutemu mengikuti dia tanpa mau dan perduli untuk menoleh kebelakang dan melihat aku. Itu kan alasan mu untuk tak pulang kali ini? Karena dia belum mampu kau dapatkan dan kau buat kembali padamu. Aku tau kau mengikhlaskan nya pergi dan berharap dia bahagia. Bukan kah aku juga begitu? Aku berharap kau selalu bahagia, namun ... Satu yang belum bisa. Aku belum mengihkhlaskan mu untuk pergi. Karena aku masih menunggu mu untuk pulang dan membawa rindu yang sedianya masih ada dan tersimpan untuk ku. Aku menunggu mu pulang, sayang.*esc
0

Tiga Paragraf


" Bukan dia yang selalu ada disampingmu, bukan dia yang selalu mengerti tangis dan tawamu, bukan dia yang sudah bersamamu sekian tahun lamanya. Tapi, seseorang yang baru saja bersama mu, mencoba mengerti siapa kamu, dan coba ajarkan mu beberapa hal yang juga ia tau; Aku. " ~ #hana
   
    Aku tidak mengajarkan mu dengan kekerasan. Tidak dengan kalimat yang keras. Tidak dengan sikap yang keras. Dan tidak dengan sifat yang keras pula. Karena aku tau, kekerasan tidak akan mengajarkan mu apa pun. Kekerasan tidak akan membuat mu belajar tentang apa pun. Kekerasan tidak akan menghasilkan apa pun untuk mu. Aku tau! Aku tau! Karena kekerasan yang juga mengajarkan ku tentang semua hal yang tidak tertulis dalam buku. Sekali pun itu adalah buku kehidupan.

     Dengan diam dan berpura-pura tak perduli, rasanya sudah cukup buatku untuk mengajarkan mu tentang adanya materi yang mungkin tak akan pernah kau dapat ketika kau membuka lembaran-lembaran tipis bertintakan hitam itu. Diam dan berpura-pura tidak perduli, hanya sebatas itu aku mengajarkanmu tentang betapa kerasnya hidup ini. Tidak dengan kekerasan, tidak dengan sesuatu yang harus ku hunuskan ke badanmu! Hanya dengan diam dan berpura-pura tidak perduli.

  Aku tau diam ku sudah cukup menyiksamu, aku juga tau ketidakperdulian ku juga sudah cukup menyakitimu. Karena aku tau hanya dengan dua hal itu saja, aku sudah mengajarkan mu tentang banyak hal. Mengertilah! Ini semua bukan hanya tentang keegoisan, labilnya kamu, pengertiannya kamu, saling memahaminya kita, menerimanya kamu tentang aku, dan banyak lagi yang mungkin tidak akan muat diketik oleh keyboard mungilku ini. Tapi ini tentang semua hal yang ada disekeliling kita. Hanya itu? Tidak! Diam dan kepura-puraan ku bukan hanya sebatas memberikan pelajaran, tapi juga karena aku sayang kamu. Iya, aku mulai menyayangi kamu tepatnya. Maaf jika diam dan kepura-puraanku sempat menyakitimu. Tapi aku hanya mau kamu tau, aku menyayangimu. ~ #hana *esc

Hanya Isyarat


Aku mengayun, megalunkan hembusan nafas tak terhenti.
Ku kayuh pedal tua itu.
Rasakan! Hembusan alam menerpa, menyapa kita.
Karena dia, aku mencintai Dia.
Yang mencipta dan merujuk ku pada bumi nan permai.
Namun aku juga mencintai dia.
Yang ajarkan ku sebuah isyarat.
Isyarat hati.
Aku menatap lagit bersamanya.
Melihat awan dengannya.
Bahkan perlahan menikmati angin dengan dirinya.
Hingga getar isyarat kembali menyapa.
Aku tak ingin dia pergi.
Pergi kembali pada Dia.
Aku masih ingin dia disini.
Duduk, berjalan, dan menyentuh jari-jemari ini.
Aku kira ini hanya isyarat.
Isyarat yang harusnya membuatku hentikan dia.
Tapi aku tak bisa!
Aku tidak...
Dia yang kokoh pendiriannya,
tetap melenggang pergi.
Berlalu, meninggalkan jejaknya padaku.
Sampai bayangnya pun kini sudah hilang.
Aku menunggumu untuk pulang!
Cepat kembali dan tinggal lah disini!
Temani aku, selama kau bisa.
Dan biarkan isyarat ini hanya jadi pertanda,
tanda yang tak pernah nyata.
Karena kamu harusnya memang kembali.
Padaku.*esc

#hana
0

Kamu yang Ingkar

Kamu kan yang ingkar!
Ketika kamu pernah berkata takut jika aku pergi meninggalkan mu sama seperti ketika aku pergi menginggalkan yang lain. Dan sekarang, kamu kan yang ingkar? Kamu yang sekarang, perlahan pergi menjauh. Berjarak. Renggang. Dan memiliki batas.

Mungkin aku terlalu perasa, mungkin. Mungkin aku terlalu berlebihan menanggapinya, mungkin. Mungkin aku juga terlalu bersikap selemah ini, mungkin. Tapi yang aku lihat adalah yang menjadi penilaianku, salahkah jika ini terjadi? Salahkah jika aku mulai ragu?

Satu-satunya hal yang kupercaya hingga kini adalah ketika aku melihatmu masih bersikap menyayangi ku, walau sedikit. Tapi aku tau yang sedikit itu jauh lebih tulus. Aku percaya kamu, ketahuilah itu!

Bagaimana tidak jika setiap kisah yang ku punya telah ku bagi denganmu? Bagaimana tidak jika setiap kisah yang kau punya telah kau bagi denganku? Bagaimana tidak jika setiap tangismu sudah pernah kudengar dan setiap keluh ku sudah pernah kau dengar? Bagaimana tidak jika aku merasa sesayang itu dirimu padaku? Bagaimana tidak jika aku bisa sepercaya ini?! Dan kamu telah ingkar! Kamu yang ingkar!

Ketakutan mu dulu, nyatanya malah terjadi padaku. Ketakutan mu dulu kini menjadi momok bagiku. Ketakutan mu dulu yang pernah kau utarakan padaku, kini menjadi bomerang. Bukan untukmu, tapi untukku. Aku terkena libasan parit yang kau ayunkan sendiri. Aku terkena!

Kecewa? Iya, pasti. Sedih? Tentu saja. Hal ini membuatku marah? Sempat terjadi. Dan aku mulai tidak perduli denganmu? Iya, perlahan ku lakukan itu.

Aku sudah melakukannya, sudah ku lakukan berbagai cara. Tapi kecewaku, sedihku, marahku, ketidak perdulianku... Tidak jauh lebih besar dari sayangku. Aku sayang kamu! Tapi apa iya kamu juga begitu? Apa iya? Bukan kah kamu sudah ingkar?

Aku tidak menyalahkan mu untuk ini, aku tidak.. Karena mungkin yang disana memang jauh lebih baik dariku. Karena mungkin yang disana memang jauh lebih sempurna bagimu dibanding aku. Karena mungkin yang disana bisa jauh melengkapi mu ketimbang aku. Karena mungkin yang disana bisa jauh menemanimu, mendengarkanmu, dan selalu ada denganmu dibanding aku.

Tapi ingatlah, yang disana itu.. Yang baru kau kenal itu.. Tidak jauh lebih baik ketika dia belum mendengar semua ceritamu. Tidak jauh lebih baik ketika dia belum mendengar segala bentuk tangismu. Dan tidak jauh lebih baik ketika dia, belum bagitu paham akan dirimu. Tidak jauh lebih baik, tidak sebaik aku. Setidaknya, itu yang kurasakan. Kamu yang ingkar nyatanya juga tidak membuatku berhenti kemudian berpaling pada yang lain. Kamu!*esc

Pembaca

Pembaca Setia

Back to Top